Putih Abu-abu Ku
Putih abu-abu? Warna apa
gerangan, mungkin ingatanku sedikit pudar. Kubuka lemari pakaian, kain
abu-abu menyembul dari tumpukan pakaian paling bawah. Kutarik untuk
merapikannya, tak sengaja kain putih di atasnya ikut tertarik keluar.
Rok abu-abu dengan satu lipitan di tengahnya. Kemeja putih yang salah
satu atributnya bergambar piala api dengan sayap di kanan kiri obor.
Inilah seragam putih abu-abu ku.
***
Putih abu-abu ku dimulai tahun 2006 di sebuah sekolah menengah negeri
bernama SMA N 2 KLATEN, akrab kita sebut dengan Smada. Masih ingatkah
kawan tentang putih abu-abu kita? Putih abu-abu kita awali dengan
menjejakkan kaki dengan tergesa-gesa memasuki gerbang pada pagi-pagi
buta sambil menenteng minuman drakula, belut goreng lurus, surat cinta,
surat benci, tempe bongkrek, dan berbagai macam benda aneh lain. Tentu
kita semua ingat, perjuanagan masing-masing untuk mendapatkan barang
bawaan wajib MOS itu. Walaupun sebenarnya masih memakai putih biru
karena tentu saja putih abu-abu masih di tukang jahit. Silahkan
berkelana dengan ingatan masing-masing selama hari-hari MOS, sedangkan
aku akan langsung berkelana dengan putih abu-abu ku.
X
B, di sinilah ingatanku yang berkelana berhenti. Seorang guru bertanya
kenapa kami masuk SMA ini. Serempak kelas menjawab, “Karena tidak
diterima di sekolah ‘One’, Bu.” Jawaban yang mantap dan keras. Hingga
beberapa bulan kemudian kelas ini mendapat tugas ke sekolah lain.
Seorang guru menawarkan pada kami jika kami ingin memakai seragam
pramuka, bukan seragam putih abu-abu. Tawaran ini karena guru menyangka
kita akan malu pada identitas sekolah yang tertempel di seragam putih
abu-abu. Akan tetapi, diputuskan memekai putih abu-abu. “Kita
malah bangga,” seingatku itu adalah celutuk salah seorang siswa.
Ingatkah tentang sebuah kelas yang bisa dibilang terpencil karena
terpisah dari kelas-kelas lain, dengan kolam ikan dan pohon-pohon di
depannya? Ya… XI IPA 2. Nasib membawa kita berkumpul di sana. Kelas tak
pernah tak gaduh jika tanpa guru, ada guru pun kegaduhan kadang tak
terelakkan. Kegaduhan mengisi jam kosong, jam istirahat, dan jam pulang
sekolah. Sampai pemilihan ketua kelas dan pembahasan piknik kelas pun
tak terhindarkan dari kegaduhan. Ketua kelas mungkin saja sampai
berpikir, dia dipilih karena dikerjai, sebab telat masuk kelas. Namun,
sebenarnya kelas serius memilih, yah… walaupun tak lepas dari
guyonan dan celotehan di sana-sini.
Kegaduhan yang paling kusenangi adalah ketika duduk di kursi depan
kelas. Khas anak SMA, bergerombol di depan kelasnya. Tiap Senin pagi
pastilah ada guru yang membubarkan gerombolan siswa di tiap kelas. Untuk
apa lagi kalau bukan untuk menggiring ke lapangan, upacara bendera
tentunya. Apa kalian merindukan upacara setelah 2 tahun vakum? Atau
merindukan pelajaran olah raga seminggu sekali? Yang paling kurindukan
tentu saja… kantin! Soto, es teh, dan 2 tempe, kita hanya mengeluarkan
Rp2000,00 dari kantong!
Rutinitas selama tiga tahun,
yang bisa dibilang tak banyak berubah karena jadwal pelajaran pun
itu-itu saja, bisa saja membuat jenuh atau bosan. Akan tetapi, kenapa
sekarang ingatan itu rasanya manis? Rutinitas kecil yang dulu bisa
dibilang remeh, sekarang kurindukan. Rutinitas berangkat sekolah pukul
tujuh pagi, memarkir motor, berjalan bersama teman ke kelas, melewati
jajaran kelas yang ramai dan gaduh, piket (mungkin), berbincang (atau
bergosip?) dengan teman, mengantri ganti baju olah raga, antrian panjang
untuk mengeluarkan motor, bertemu guru-guru tercinta, memandang
lapangan rumput dan lapangan basket, dan memakai seragam tentunya.
Silahkan membuat daftar rutinitas manis sendiri, di sini tidak akan
cukup tentunya.
Piknik kelas yang prosesnya bisa dibilang
alot
pun sekarang bisa membuatku tertawa geli. Hasilnya pun memuaskan,
hampir semua anggota kelas ikut dan muncullah nama Separo (Sebelas IPA
Loro). Piknik kelas pertama yang melibatkan hampir semua anggota kelas.
Mungkin juga untuk pertama dan terakhir. Ingat program piknik maupun
jaket yang gagal ketika kelas XII? Atau berapa banyak anggota kelas yang
hadir pada reuni buka puasa 2 tahun terakhir? Sekarang menuju tahun
ketiga kita reuni, apa yang akan kita lakukan? (Lagi-lagi silahkan
berkelana dengan angan masing-masing)
Gecosanda…
inilah kelas terakhir kita dalam putih abu-abu. Jam kosong yang biasanya
gaduh dan terisi guyonan di sana sini berubah menjadi kegaduhan
penjelasan penyelesaian soal-soal. Kertas soal jarang terlepas dari
tangan-tangan kita. Tampang keruh dan stres kita pun tak menghalangi
kebersamaan. Kebersamaan mencari perguruan tinggi, membentuk formasi
“a2”, lomba kebersihan kelas (juara pertama), baju kelas ungu, rangkaian
persiapan ultah Smada, dan menghadapi ujian nasional. Kebersamaan yang
diketuai oleh salah seorang kawan yang biasanya mengacungkan jempolnya
sambil berkata, “Sip!” Perjuangan yang tak akan kita lupakan. Apa yang
terjadi saat ujian nasional? Tegang, seru, lucu, dan keren! Dengan muka
tembok, tiap pagi membentuk lingkaran dan berteriak dengan keras,
kekompakan yang mungkin membuat kelas lain iri.
Adakah
yang ingat kapan terakhir kebersamaan kita dapat berkumpul semua?
Kesempatan itu aku lupa,. Hari terakhir ujian nasional kah? Hari
pengumuman kelulusan? Atau pembagian ijazah? Akankah kita akan
membuatnya bukan hari itu, tapi hari ini?
***
Ternyata aku terpaku sekitar sepuluh menit di depan lemari. Putih
abu-abu ini masih di tanganku. Mungkin ini hanya khayalanku belaka.
Putih abu-abu bertanya dengan lirih, “Rindukah kau kepadaku? Sebanyak
apakah kau merindukanku?”
“Hitunglah detak jantungku, sebanyak itulah aku merindukanmu, putih abu-abuku,” jawabku lirih